Ibu Rusidah kehilangan kedua lengannya di usia 12 tahun, lalu ia mendalami fotografi dan menjadi fotografer terkenal, berkeluarga sekaligus menjadi pemilik studio mini. Mari kita simak kisahnya dalam wawancara di bawah ini.
Aksi Ibu Rusidah dalam acara Canon PhotoMarathon Indonesia di Yogyakarta, November 2017
Bisakah Anda ceritakan tentang latar belakang diri Anda?
Saya lahir tahun 1968 di Purworejo, Jawa, Indonesia. Setelah kehilangan kedua tangan saya dalam sebuah kecelakaan, saya mempelajari fotografi di Pusat Rehabilitasi Prof. Dr. Soeharso Solo.
Apa yang membuat Anda tertarik dengan fotografi?
Awalnya saya ingin belajar menjahit, namun kemudian saya bertemu dengan seorang teman difabel di Pusat Rehabilitasi yang mendapatkan penghasilan dari foto-foto yang diambilnya. Ia mengambil foto-foto bagus sebagai mata pencahariannya yang akhirnya mengubah minat saya.
Coba ceritakan tentang teman difabel ini.
Namanya Pak Tukijo. Saya bertemu dengannya saat saya berada di Pusat Rehabilitasi. Meskipun hanya memiliki satu lengan, ia bisa menjadi fotografer keliling dan mengambil foto-foto yang indah. Kisahnya menginspirasi saya untuk belajar fotografi.
Apa jenis fotografi yang paling Anda minati pada awalnya?
Tujuan saya pada awalnya adalah menjadi seorang fotografer keliling. Saat itu, guru saya mendorong saya untuk berkeliling mengambil foto anak-anak yang sedang memakai seragam, mulai dari seragam sekolah hingga kostum seragam polisi. Oleh karena itu, saya berkeliling kampung saya sendiri dan kampung tetangga untuk melakukannya.
Ibu Rusidah memperlihatkan foto-fotonya bersama rekan-rekan fotografer lainnya di acara Canon PhotoMarathon Indonesia (November 2017)
Apakah mimpi Anda langsung terwujud begitu Anda menyelesaikan kursus fotografi Anda?
Tidak, saya melewatkan waktu dua tahun untuk menyesuaikan diri dengan dunia nyata dan meraih kepercayaan diri saya.
Coba ceritakan masa awalnya.
Sebagai fotografer tanpa tangan, saya harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan kepercayaan orang-orang. Dan saat itu saya pun belum memiliki kamera! Waktu itu saya meminjam kamera dari Pusat Rehabilitasi.
Bagaimana cara Anda meyakinkan orang akan kemampuan Anda?
Dalam suatu pagelaran musik saya memotret para penontonnya. Kemudian saya bagikan hasil fotonya ke mereka untuk menunjukkan kemampuan saya meskipun saya seorang difabel. Saya juga membuat album untuk menunjukkan hasil foto keponakan saya yang saya bidik untuk menjual jasa saya yaitu jasa fotografi dan layan antar ke rumah dengan pembayaran langsung saat foto diterima. Usaha saya berbuah hasil dengan diundangnya saya oleh Ibu Negara terdahulu Ani Yudhoyono ke pembukaan pamerannya di Jakarta.
Foto pernikahan bidikan Ibu Rusidah
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk meyakinkan orang akan kemampuan Anda?
Di tahun 1994, saya menjadi fotografer resmi asosiasi PKK di Purworejo. Saya mengambil foto liputan untuk mereka, mulai dari acara kumpul-kumpul kecil hingga acara yang lebih besar. Dari foto-foto itu mereka bisa melihat bahwa saya bisa mengambil foto-foto bagus, oleh karena itulah mereka kemudian mempercayakan saya menjadi fotografer resmi mereka. Lewat bantuan asosiasi PKK tersebut, saya pun mendapatkan kamera baru yang kemudian saya gunakan untuk mengambil foto-foto pernikahan dan perayaan setempat.
Seberapa jauh Anda berjalan sebagai seorang fotografer keliling?
Saya berjalan dari kampung ke kampung dengan jarak tempuh 4-5 kilometer per hari.
Apa yang membuat Anda terus bertahan?
Saya ingin hidup mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Apa hambatan terbesar bagi Anda dalam fotografi? Bagaimana Anda mengatasinya?
Saya mempelajari seluruh ilmu fotografi saya dengan kamera film. Dengan masuknya era fotografi digital, saya belajar dari putra saya. Sekarang saya sudah tua sehingga lebih sulit untuk menyerap ilmu baru.
Hal apa yang paling sulit Anda pelajari?
Dengan kamera film, goyangan sedikit saja akan menyebabkan hasil foto yang kabur. Jadi tantangannya adalah bagaimana saya bisa memegang kamera dengan kokoh.
Bagaimana Anda mengatasi dan menghadapi masalah tersebut?
Terus mencoba, terus belajar, terus berlatih dengan kamera setiap hari. Guru saya mendorong saya untuk meliput keseluruhan prosesi pernikahan Jawa akbar yang berlangsung hingga beberapa hari. Pada akhirnya, hasil liputannya sungguh memuaskan.
Sudah berapa lama Anda bergelut di bidang fotografi?
Saya sudah menekuni bidang ini selama 23 tahun.
Anda juga menjalankan sebuah studio mini. Ceritakanlah kepada kami tentang hal tersebut.
Pada tahun 2010, PT Datascrip (Ibu Merry Harun) mendirikan studio mini saya. Mereka menyediakan komputer laptop, kamera, perangkat studio sederhana, printer, tripod dan kain latar foto.
Tampak pada foto di atas, Ibu Rusidah bersama keluarganya dan tim dari PT Datascrip
Bagaimana Anda membagi waktu Anda antara peran sebagai seorang ibu rumah tangga dan seorang fotografer?
Saya mulai bekerja di studio setelah menyelesaikan pekerjaan rumah saya (masak, menyiapkan kebutuhan sekolah anak, dan lain-lain). Pemotretan acara ga ada masalah jika tidak berbenturan dengan tugas rumah tangga.
Setelah bertahun-tahun bergelut di bidang ini, kemampuan apa yang masih perlu Anda tingkatkan?
Masih banyak yang harus saya pelajari, terutama dengan kamera digital yang sangat asing bagi saya. Meskipun saya sekarang memakai kamera digital, namun penggunaannya masih banyak menggunakan perasaan dan pengetahuan saya dari kamera film . Saya perlu pemahaman terhadap fotografi digital secara menyeluruh!
Zaman sekarang orang-orang menggunakan ponsel pintar untuk mengambil foto, apakah hal ini memengaruhi bisnis Anda?
Betul. Oleh karena itulah saya membawa serta printer ringkas SELPHY. Di acara fesyen yang beberapa waktu lalu, saya menawarkan para peserta dan pengunjung untuk mencetak foto langsung di tempat, dan pencetakan tiap fotonya tidak sampai 5 menit.
Pesan apa yang ingin Anda sampaikan dalam liputan media terhadap diri Anda sekarang ini?
Saya berharap para teman difabel yang ingin menjadi fotografer tidak takut untuk ikut bersaing. Banyak teman-teman yang berhasil di bidang ini, beberapa di antaranya bahkan menjadi terkenal. Banyaknya peserta bisu tuli di acara Canon PhotoMarathon hari ini membuat saya gembira.
Anak Anda berpartisipasi di acara Canon PhotoMarathon. Apakah dia terinspirasi oleh Anda?
Mungkin saja! Sebenarnya dia sudah mengikuti acara ini sejak 2010 saat ia memiliki kamera digital sendiri. Dia sendiri ingin menjadi fotografer acara pernikahan.
Ibu Rusidah bersama putranya, Nugroho
Apa rencana Anda dalam waktu 5 tahun ke depan?
Saya ingin bepergian untuk mengambil foto di negara lain.
Temukan inspirasi dari wawancara kami berikutnya dengan "Bang Dzoel" - seorang fotografer yang mengalahkan disabilitasnya untuk menekuni fotografi secara profesional.
Wawancara ini berlokasi di Canon PhotoMarathon 2017 di Yogyakarta, Indonesia pada tanggal 12 November 2017.
Menerima pembaruan termutakhir tentang berita, saran dan kiat fotografi dengan mendaftar pada kami!
Jadilah bagian dari Komunitas SNAPSHOT.
Daftar Sekarang!