Sistem AF dalam kamera EOS Canon telah sedemikian maju dari sekadar mampu menetapkan fokus secara otomatis pada subjek, hingga juga mampu melacak dan memprediksi pergerakan subjek melalui AI Servo AF. Pada waktu yang bersamaan, Canon juga telah mencurahkan segala jerih upaya untuk bergeser dari fotografi film ke fotografi digital, dengan memperkenalkan teknologi tercanggih lebih dulu dari para pesaing lainnya, dan demikian juga mengenai pengembangan berbagai teknologi lensa baru. Dalam artikel kedua serial ini, kita akan mencermati pengembangan dramatis sistem EOS.
Bahkan, para fotografer profesional yang semula tidak percaya mengenai kemampuan AF kamera EOS, kini sudah mulai memanfaatkan fitur tersebut. Kemunculan sistem EOS telah menyebabkan teknik fokus tetap menjadi usang.
Mengubah cara fotografer profesional membidik
Fokus tetap adalah suatu teknik yang menetapkan fokus pada titik tertentu, yang memperkirakan kemunculan subjek. Selanjutnya, fotografer melepaskan rana setelah subjek mencapai titik yang diantisipasi. Sebelum fokus otomatis (AF) dikembangkan, para fotografer menggunakan teknik ini untuk menetapkan fokus pada subjek mereka. Namun demikian, bidikan yang ditangkap menggunakan metode ini agak bervariasi pada karakternya. Sedangkan untuk pemandangan yang sulit memprediksi pergerakan subjek, misalnya pada pertandingan sepak bola dan rugby, fotografer profesional harus menggeserkan fokus secara manual, menggunakan MF, tetapi ada keterbatasan pada ketepatan penangkapan subjek utama dengan MF, khususnya untuk olah raga dengan sejumlah pemain yang bergerak secara cepat, keluar-masuk komposisi pada waktu yang bersamaan.
Secara berlimpah dilengkapi dengan teknologi termutakhir, sistem AF Canon bisa diandalkan untuk menangkap subjek yang bergerak. Jumlah titik AF pada kamera EOS telah meningkat dari yang semulanya hanya 3, sekarang menjadi 5, 7, 11, 45. Model termutakhir, misalnya EOS 5D Mark IV dan EOS-1D X Mark II memiliki sebanyak 61 titik AF.
Dengan diperkenalkannya fitur AI Servo AF pada EOS-1 (dirilis 1989), telah merombak fotografi olahraga. Tidak seperti gaya pemotretan konvensional yang harus mengambil bidikan beruntun setelah menetapkan AF dalam bidikan pertama, AI Servo AF mampu melacak pergerakan subjek yang lincah dan mempertahankan fokus dengan AF, menggunakan algoritme pemfokusan prediktif yang mampu mempertahankan fokus pada subjek yang bergerak. Kemajuan ini dalam sistem AF pada kamera EOS telah mengubah cara fotografer profesional melakukan bidikan, dan memungkinkan mereka untuk menghasilkan gambar dengan dampak yang lebih kuat.
Level keterampilan para olahragawan dan atlet terus mengalami kemajuan seiring waktu, dan karenanya penting untuk memastikan keandalan AF yang sangat dipercaya oleh para fotografer profesional. Karena itulah, Canon fokus pada pengembangan AF, melengkapinya secara berlimpah dengan berbagai teknologi yang canggih pada waktu itu, misalnya, jumlah titik AF yang lebih banyak, dan eye-controlled AF (AF terkendali mata), di mana pengguna bisa memilih titik AF hanya dengan melihatnya melalui EVF.
Lahirnya kembali EOS sebagai sistem kamera digital
Pergeseran dari kamera film ke kamera digital terjadi pada tahun 1990-an. Setelah Kodak merilis DCS100, kamera SLR (DSLR) digital pertama di dunia pada tahun 1991, semua produsen kamera SLR memasuki pasar digital pada waktu yang bersamaan. Canon juga merilis serangkaian model yang telah dikembangkan dan berkolaborasi dengan Kodak, termasuk EOS DCS 3 dan EOS DCS 1. Namun demikian, unit pemrosesan digital yang ditambahkan ke bagian bawah bodi kamera, sangat besar dan menyita tempat. Dari segi penampilan, semua kamera itu jauh berbeda dari kamera DSLR saat ini.
EOS DCS 3 (Dirilis tahun 1995)
EOS DCS 3 dikembangkan berdasarkan kamera SLR film EOS-1N. Kamera ini dilengkapi dengan sensor gambar CCD high density area (area densitas tinggi) yang memiliki resolusi sekitar 1,3 megapiksel, dan mendukung pemotretan beruntun kecepatan tinggi hingga 12 bidikan pada kecepatan 2,7 fps.
EOS D30 (Dirilis tahun 2000)
Didesain untuk pengguna rata-rata, EOS D30 adalah kamera DSLR yang dilengkapi dengan sensor CMOS ukuran besar dengan resolusi sekitar 3,25 megapiksel. Di samping kualitas gambar yang tinggi, dan beragam rangkaian fitur pemotretan, kamera dijual pada harga yang sungguh terjangkau, 358.000 yen di Jepang (kira-kira USD 3200).
Kamera yang menjadi purwarupa untuk kamera DSLR masa kini, yaitu EOS D30 (dirilis tahun 2000). Dilengkapi sensor CMOS dengan resolusi kira-kira 3,25 megapiksel dan monitor LCD, EOS D30 tampil perdana di Jepang dengan harga yang sangat terjangkau 358.000 yen (kira-kira USD 3200). Harga ini jauh lebih rendah dari harga rata-rata kamera DSLR saat itu, yang berkisar sekitar 2 juta yen (kira-kira USD 18.000).
Adopsi sensor CMOS ini telah mengalami perombakan, yang terjadi pada saat sebagian besar kamera menggunakan sensor gambar CCD. Semenjak itu, Canon telah mengembangkan dan memproduksi sendiri sensor CMOS miliknya, dan menjadi produsen top untuk sensor CMOS built-in kamera digital. Selain itu, EOS D30 juga merupakan kamera pertama yang dilengkapi dengan prosesor gambar, unit untuk memproses gambar digital. Prosesor ini kemudian dinamai “DIGIC”, prosesor gambar yang terus berkembang hingga kini. DIGIC adalah hasil pengembangan teknologi Canon yang mengarah ke era digital kamera yang dimulai sekitar tahun 1993, dan menjadi jantung sistem kamera digital.
Canon mengadopsi sensor CMOS pada EOS D30 saat itu, ketika sebagian besar kamera digital menggunakan sensor gambar CCD.
Sebagai jantung sistem kamera digital, DIGIC dikembangkan oleh Canon sebagai “imaging engine” untuk memproses gambar digital.
EOS secara terus-menerus menyusun ulang aturan kamera digital, dan kelahirannya kembali sebagai sistem kamera SLR. Ini baru awalnya. Para pengembang di Canon menciptakan desain hipotetis yang kemungkinan besar akan mereka gunakan dalam beberapa tahun kelak, dan mengembangkan berbagai teknologi pada desainnya. Hal ini memastikan bahwa usulan yang diterima dari tim perencanaan produk, bisa diwujudkan dengan berbagai teknologi yang sudah mereka kembangkan. Tetap selangkah di muka ke masa depan – akar teknologi Canon.
Teknologi lensa EF—memperluas potensi ekspresi fotografis
Cakupan ekspresi fotografis bisa dilakukan dengan sistem EOS, yang dulu tidak dimungkinkan hanya dengan teknologi dalam bodi kamera saja—teknologi yang digunakan dalam lensa EF, sama pentingnya. Misalnya, Canon adalah yang pertama di dunia mengadopsi motor ultrasonik, USM, dalam lensa EF sebagai aktuator built-in untuk menggerakkan AF. Untuk memastikan AF yang menyenangkan pada kisaran luas lensa pada ukuran dan bobot yang bervariasi, sebaiknya memiliki motor optimal untuk tiap lensa. Hal yang sama juga berlaku untuk fitur Image Stabilizer (IS) – Tanpa ragu, Canon memilih sistem penstabil dalam lensa supaya koreksi goyangan kamera bisa dioptimalkan untuk tiap lensa.
EF75-300mm f/4-5.6 IS USM (Dirilis tahun 1995)
Ini adalah lensa pertama yang dapat dipertukarkan untuk kamera SLR format 35mm yang akan dilengkapi dengan fitur Image Stabilizer (IS). Sistem mendeteksi goyangan kamera dengan menggunakan gyro getaran, dan menggerakkan komponen optik stabilisasi untuk mengoreksinya, sehingga memberikan efek IS yang setara dengan kira-kira dua stop kecepatan rana.
Pengembangan teknologi lensa Canon tidak terbatas pada itu untuk mekanisme gerakan AF. Sebelumnya, diperkirakan bahwa ini adalah tugas yang tidak bisa dilaksanakan, Canon berhasil mengadopsi lensa fluorit buatan pada tahun 1969 yang mampu menghasilkan gambar dan penggambaran secara detail yang jelas. Pada waktu yang bersamaan, segala jerih upaya juga dicurahkan untuk mengembangkan lensa khusus lainnya untuk meningkatkan kualitas gambar, seperti lensa asferis dengan permukaan lengkung yang ideal untuk menyatukan cahaya ke satu titik, serta lensa UD refraksi dan dispersi rendah.
Terdapat peningkatan yang luar biasa dalam kisaran lensa EF, mulai dari sekitar tahun 2000, dan banyak penambahan ke jajaran pada saat itu, masih bisa ditemukan di pasar saat ini, pada tahun 2017. Banyak lensa EF menggunakan Subwavelength Structure Coating (SWC), yang merupakan teknologi lapisan khusus yang membantah persepsi umum mengenai lapisan permukaan lensa.
EF24mm f/1.4L II USM (Dirilis tahun 2008)
Lensa pertama yang dilengkapi dengan SWC, yang sangat mampu menekan pantulan cahaya yang terjadi selama pembidikan. Lensa berlabel "II" sarat dengan teknologi termutakhir.
Dirilis tahun 2008, aperture besar, EF24mm f/1.4L II USM sudut lebar adalah lensa pertama yang dilengkapi dengan teknologi SWC. Flare dan ghosting diminimalkan dengan mengatur jumlah struktur nano bentuk wedge yang banyak pada permukaan lensa untuk mengubah indeks refraktif. Ini adalah contoh lain teknologi Canon yang mematahkan pemikiran konvensional dan membuka garis perbatasan baru dalam fotografi.
EOS telah maju pesat sejak kehadiran EOS 650. Untuk mengetahui selengkapnya mengenai awal-mula EOS, bacalah:
Merayakan 30 Tahun EOS (1): Kamera EOS Pertama, EOS 650
Untuk mengetahui selengkapnya mengenai sejarah dan prestasi dalam teknologi lensa EF, bacalah:
[Bagian 1] Era Dini – Terciptanya Pemasangan Elektronik Sepenuhnya
[Bagian 2] Era Pertumbuhan – Kemunculan Masa Digital
[Bagian 3] Era Transisi dan Penyempurnaan – Lensa untuk Kamera High-resolution
Menerima pembaruan termutakhir tentang berita, saran dan kiat fotografi dengan mendaftar pada kami!
Jadilah bagian dari Komunitas SNAPSHOT.
Daftar Sekarang!