“Selama saya bisa jalan dan mengangkat kamera, saya akan selalu memotret,” tutur Don Hasman, seorang fotografer senior dari Indonesia dengan jiwa petualangnya. Meskipun usia memasuki 77 tahun, senyum dan semangatnya masih sangat bersinar ketika kami menanyakan mengenai perjalanan fotografinya. Ia dengan bangganya menceritakan petualangannya mulai dari mendaki gunung dan memotret untuk pembuatan buku. Melalui foto-fotonya, ia membagikan keindahan alam, budaya, dan setiap gerak gerik manusia dari setiap penjuru dunia.
Bagaimana minat Anda dalam fotografi dimulai?
Semua berawal dari tahun 1951. Waktu itu saya berumur 11 tahun ketika mulai memotret pertama kalinya dengan Voigtländer. Kecintaan saya pada fotografi dimulai ketika melihat kakak laki-laki saya mengambil gambar. Saya merasa sangat tertarik pada ide menghentikan waktu, dan foto-fotolah yang bisa mewujudkan hal tersebut.
Objek apa saja yang Anda potret di masa muda?
Pada saat saya masih sangat muda, saya senang memotret gedung-gedung di Mangga Besar, tepatnya di daerah Taman Sari.
Apa arti fotografi bagi Anda?
Saya melihat fotografi sebagai medium untuk membagikan pengetahuan. Dengan fotografi saya bisa membagikan apa yang saya tahu lewat seminar dan pameran foto, sama halnya dengan foto-foto pada halaman buku dan postingan di media sosial.
EOS-1D X Mark II; EF28-300mm f/3.5-5.6L IS USM; 135mm; f/13; 1/640 sec; ISO-3200
Apa itu ‘Etnofotografi’?
Etnofotografi adalah mempelajari dan merekam setiap aspek dari kehidupan manusia, termasuk kebiasaan, seni, budaya dan mode. Semua aktivitas ini direkam dan diabadikan untuk kajian ekstensif, serta analisis untuk sekelompok orang tertentu.
Berapa banyak buku yang sudah Anda buat?
Hingga kini, saya sudah menghasilkan 13 buku (2 diantaranya adalah di Baduy, yang lain hanya melingkupi tema keuangan dan lainnya).
Diantara semua buku Anda, cerita manakah yang paling berkesan?
Yang berjudul Urang Kanekes yang prosesnya memakan waktu 39 tahun dan lebih dari 500 kunjungan ke Baduy.
Apa yang menginspirasi Anda untuk memilih tema ini?
Ini adalah budaya dan gaya hidup suku Baduy yang unik. Bagi saya, ini benar-benar baru dan eksklusif yang hanya ada di dalam suku setempat. Ada banyak tradisi yang sudah dilupakan tapi masih bisa ditemukan di Baduy. Bahkan Baduy dari di dalam dan luar pun memiliki energi yang sangat berbeda.
Apa bedanya antara Baduy Dalam dan Baduy Luar?
Di dalam suku Baduy memiliki peraturan yang melarang rekaman video secara ketat dan terutama untuk pengambilan gambar. Ini tidak ditemukan di Baduy Luar.
Lalu bagaimana Anda bisa memotret di Baduy Dalam?
Itu dilakukan diam-diam, demi ketertarikan dan keingintahuan saya. Saya melakukannya secara diam-diam karena saya tahu mereka tidak akan memberikan izin apapun. Tapi semua gambar yang diterbitkan hanya dari Baduy Luar. Saya tidak ingin melanggar peraturan mereka untuk menunjukkan gambar Baduy Dalam.
Apa pengalamannya ketika memotret Baduy Dalam?
Saya pikir mereka semua sama tapi apa yang membuat Baduy Dalam spesial adalah mereka berhasil melakukan apa yang orang anggap tidak mungkin dan di luar pengetahuan manusia, seperti berjalan di atas air. Orang Baduy juga mampu menempuh jarak jauh dalam waktu singkat tanpa alas kaki. Mereka memiliki kemampuan ini dengan bantuan roh nenek moyang mereka. Ini adalah kemampuan khusus mereka yang masih ada sampai sekarang dan saya telah melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Apa yang telah Anda pelajari dari Etnofotografi?
Semua ini dimulai dari mempelajari alat yang mereka gunakan, perilaku, seni dan budaya mereka, hingga aktivitas sehari-hari mereka. Setiap tempat saya pergi memiliki tradisi sendiri. Sayang sekali tidak banyak yang tertarik dengan etnofotografi, dari ribuan fotografer, hanya sekitar 700 yang meliput aliran ini.
Ada tip dan trik yang akan Anda bagi tentang Etnofotografi?
- Kamera dan lensa diperlukan
Di kota-kota besar, kita perlu memotret secepat mungkin sehingga kita tidak kehilangan momen penting. Jadi, saya butuh kamera dengan lensa tele. Biasanya saya menggunakan Canon EF28-300 mm f / 3.5-5.6L IS USM yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Untuk mengabadikan momen, saya menggunakan Canon EOS-1D X Mark II.
- Penelitian
Anda perlu melakukan penelitian sebelum mencapai tujuan. Kita perlu memiliki rencana kerja untuk menentukan konsep dan rencana perjalanan. Saat Anda memotret, catat yang terbaru, terbaik, dan foto pertama.
- Amati dan kumpulkan informasi
Penelitian, hasil dan pengamatan di lapangan kemungkinan besar akan sangat berbeda. Saat Anda mencapai tujuan Anda, temukan banyak informasi terbaru dari penduduk setempat.
- Jadilah aktif, produktif, kreatif, dan jujur
Jangan hanya duduk dan menatap saat sedang dalam perjalanan fotografi. Anda harus aktif, produktif, dan kreatif untuk mendapatkan gambar yang bagus, dan Anda tidak bisa melebih-lebihkan dari kondisi yang sebenarnya. Setiap gambar harus jujur. Etnofotografi harus alami dan tidak tergantikan. Setiap momen yang ditangkap harus tulus dan merupakan kenyataan yang sebenarnya dari kehidupan.
- Buat senatural mungkin (tanpa pencahayaan)
Untuk memotret, saya biasanya hanya menggunakan kamera dan lensa. Saya menggunakan cahaya alami dari matahari, penerangan terbaik dari Tuhan, tanpa adanya eksternal flash. Saya ingin membuat gambar yang alami, tanpa melebih-lebihkan.
EOS-1D X Mark II; EF28-300mm f/3.5-5.6L IS USM; 32mm; f/2.8; 1/25 sec; ISO-32000
Pernahkah Anda mendaki gunung untuk Etnofotografi?
Saya adalah orang pertama yang mendaki Himalaya 3 kali; pada tahun 1976, 1978, dan 1996. Tujuan saya adalah memotret dan Anda bisa melihat foto-foto di majalah Tempo pada tahun 1978. Dalam setiap perjalanan, saya selalu ingin memotret dan menulis cerita agar bisa dilihat oleh orang banyak. Saya harus membuat sesuatu dari perjalanan saya. Pendakian pertama memakan waktu 2 minggu. Yang kedua, satu setengah bulan, karena saya harus berjalan selama 29 hari. Semua penerbangan dibatalkan karena awan dan kabut. Sepanjang perjalanan saya menghabiskan 10 gulungan film dan menghasilkan ratusan gambar.
Seberapa indah pemandangan alam Indonesia?
Ada banyak kota yang indah di dunia tapi saya pikir Indonesia mengalahkan mereka. Indonesia seperti memiliki segalanya. Untuk bermain ski, kita bisa pergi ke Carstensz Pyramid, Papua. Indonesia memiliki padang pasir yang mengagumkan, hutan tropis, dan dasar laut sekaligus. Indonesia memiliki apa yang negara lain tidak punya.
Cari tahu lensa Canon EF mana yang paling tepat digunakan untuk fotografi lanskap di sini.
EOS 400D; EF-S18-135mm f/3.5-6.3 IS; 39mm; f/9; 1/100 sec; ISO-400
Sebagai fotografer senior, apa pendapat Anda tentang fotografer muda saat ini?
Mengagumkan. Mereka cepat belajar meski mereka kekurangan teknik fotografi dasar. Mereka belum mempunyai pegangan mereka, masih dalam proses pembelajaran. Tapi dengan sikap yang benar, cepat atau lambat mereka akan menguasai seni pengambilan gambar.
Apa pendapat Anda tentang gambar yang melalui proses penyuntingan?
Bagi saya tidak apa-apa, selama fotografer menyebutkan bahwa foto tersebut telah disunting. Teknologi adalah masuk akal untuk digunakan sebagai fasilitas dan efisiensi waktu.
Adakah yang ingin Anda sampaikan kepada fotografer muda Indonesia?
Anda harus melestarikan etika dalam memotret. Jujur adalah suatu keharusan dan tidak boleh serakah.
PowerShot G1 X Mark II; 32mm; f/6.3; 1/500 sec; ISO-200
Lihat artikel di bawah ini untuk tempat-tempat indah di Indonesia dan di sekitar Asia:
Kopi Bajawa Menemani Kami Berburu Astrofotografi
Cukul, Temukan Permata Tersembunyi Dari Bandung, Indonesia
5 Tempat di Asia untuk Foto Perjalanan yang Menakjubkan
Menerima pembaruan termutakhir tentang berita, saran dan kiat fotografi dengan mendaftar pada kami!
Jadilah bagian dari Komunitas SNAPSHOT.
Daftar Sekarang!Mengenai Penulis
Fotografer Indonesia dengan jiwa petualang. Meski berusia 77 tahun, Don Hasman tidak akan pernah berhenti menjelajahi dunia untuk memotret. Menaklukan Himalaya, eksplorasi gua-gua, menyelam, dan berkontribusi dalam sejumlah penelitian Antropologi Budaya.